EYANG SURO
Kesabaran dalam Pencak Silat
Muhamad Masdan lahir pada 1869 di daerah Gresik
(Jawa Timur). Kelak kemudian putra tertua Ki Ngabehi Soeromihardjo ini
dikenal dengan dengan nama Ki Ageng Hadji Ngabehi Soerodiwirdjo (Eyang
Suro).
Setahun setelah menyelesaikan pendidikan formal setingkat SD, beliau
mendapat pekerjaan magang sebagai juru tulis pada seorang kontroler
(orang Belanda). Selain bekerja, beliau tetap meneruskan belajar di
Pesantren Tebuireng (Jombang). Dari Pesantren inilah, Eyang Suro mulai
mendalami ilmu agama dan pencak silat sekaligus. Kombinasi ini terus
menjadi pola belajar yang beliau dapatkan selepas dari Tebuireng.
Seperti ketika kemudian ditugaskan sebagai pegawai pengawas di Bandung,
dimana selain menambah wawasan agama dari guru setempat, juga
mendapatkan ilmu pencak silat aliran Pasundan seperti Cimande, Cikalong,
Cipetir, Cibaduyut, Cimalaya dan Sumedangan.
Hanya setahun di Bandung, beliau harus pindah kerja ke Jakarta
(Batavia). Dan selama di Jakarta pun, beliau menggunakan kesempatan
untuk memperdalam ilmunya pada guru agama yang juga mengajarkan pencak
silat aliran Betawen, Kwitang dan Monyetan. Setelah setahun, kemudian
harus pindah kerja lagi ke Bengkulu selama 6 bulan, lalu ke Padang
(Sumatra Barat). Di daerah ini, beliau tinggal hampir selama empat tahun
dan juga tetap meneruskan belajar. Namun dalam budaya Minangkabau pada
saat itu, mempelajari pencak silat setempat tidak mudah. Guru-guru
tingkat tinggi umumnya adalah juga seorang sufi yang tidak sembarangan
mengajarkan ilmu atau mengangkat murid. Salah seorang guru Eyang Suro di
sini adalah Datuk Rajo Batuah. Selama di Sumatra Barat ini, beliau
juga menambah penguasaan ilmu pencak silatnya dari aliran Minangkabau
dan Bukittinggi. Selanjutnya Eyang Suro harus pindah tempat kerja lagi
ke Aceh yang memungkinkannya memperdalam ilmu dari guru-guru di daerah
setempat seperti Tengku Achmad Mulia Ibrahim, dll yang selain
mengajarkan agama juga pencak silat Aceh.
Setelah empat tahun berada di Aceh, Eyang Suro kembali ke Surabaya (Jawa
Timur). Ketika kemudian mulai banyak murid yang bermaksud belajar
kepadanya maka agar lebih terorganisasikan kemudian dibentuk perguruan
pencak silat dengan nama (dalam ejaan baru) Joyo Gendilo Cipto Mulyo /
Sedulur Tunggal Kecer. Sebuah perguruan pencak silat yang kelak
berkembang menjadi banyak perguruan seperti Persaudaraan Setia Hati,Persaudaraan Setia Hati Terate, Persaudaraan Setia Hati Tunas Muda Winongo dan beberapa nama perguruan pencak
silat lainnya lagi.
Walaupun menguasai pencak silat tingkat tinggi dari berbagai daerah di
Nusantara, namun justru oleh mereka yang mengenalnya, Eyang Suro sendiri
dikatakan sebagai pribadi yang sangat sabar dan ramah. Beliau sendiri
mengajarkan bahwa pada tingkatan tertinggi, olah pencak silat bukan
lagi pada fisik tetapi spiritual, menuju pengenalan jatidiri sejati.