Minggu, 16 September 2012

Laskar Moen Wesi



Sedulur Tunggal Kecer (STK) yang berpencakan Joyo Gendhilo Cipto Mulyo (Kejayaan yang menciptakan Kemulyaan) Tahun 1903 didirikan Oleh Ki Ngabehi Suro Diwiryo Di Surabaya, Jawa timur. yang sebelumnya telah Belajar pencak silat di nusantara Indonesia. dan pada tahun 1917 STK berubah nama menjadi Paguron Setia Hati di Madiun, Jawa timur.




         Munandar Harjowiyoto Lahir di ngrambe,Ngawi pada tanggal 7 januari 1890, mulai Masuk di paguron Setia Hati Tahun 1920 dan pada tahun Itu pula di Kecer Oleh Ki Ngabehi Suro Diwiryo sebagai Saudara/Kadang SH. Ki munandar harjowiyoto merupakan seorang mubaligh yang sangat kental dengan Keagamaan.. dengan kriteria inilah sehingga Ki Munandar murid kinasih Eyang Suro,, menjadikannya dewan Kerohanian setelah di Kecer menjadi Trap 3 dari Trap 1 tanpa melalui Trap 2.
        Ki Munandar Harjowiyoto yang kental di Sebut dengan Moen Wesi (Welas Asih) di karenakan kepribadianya yang mulia mempunyai Rasa cinta kasih dan tidak membedakan sesama manusia.

Persaudaraan Setia Hati (SH) berartikan Diri setia kepada hati sanubari yang bersumber pada Tuhan yang maha Esa. dahulu bernamakan Setia Hati Organisasi (SHO) pada sa'at pembentukan 22 Mei 1932 di Semarang, yang di pelopori Ki munandar Harjowiyoto dan 50 kadang SH antara lain Suwignyo, Sukandar, Sumitro, Kasah, Karsiman, Suripno, Sutardi, Hartadi, Sayuti Melok yang merupakan Ikrar dari kadang setia hati. Hal tersebut di sambut baik karena sudah meminta ijin pada Ki ngabehi Suro Diwiryo,, untuk mengorganisasikan Setia Hati.

Dengan Terbentuknya Setia Hati Organisasi maka terbentuknya AD/ART.. yang pada sa'at itu di Pimpin Oleh Ki munandar Harjowiyoto Selaku Ketua kerohanian, SHO yang amat luhur dan mulia untuk diketahui bahwa ajaran atau falsafah SH bukanlah suatu ajaran ilmu klenik, akan tetapi suatu upaya pendidikan dalam membentuk manusia utuh yang berbudi pekerti luhur,,,di hapuskannya  Sistem pemakaian Trap/Tingkat dalam ajaran setia hati, tak lain agar tidak adanya perbedaan di antara sesama kadang SH. dengan metode Pencak SH, Bungkus, Tuntun, sabung sesuai ajaran Setia Hati Ki ngabehi Suro diwiryo.
Adat Setia Hati untuk memeriksa erat dan menggambarkan luas dan kedalaman, masyarakat "rakyat" di Indonesia, yang merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi sesuai dengan adat atau sistem hukum yang terus menerus dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama . Sebagai kehidupan sosial, adat Setia Hati muncul pada hubungan yang diciptakan oleh para anggotanya, hubungan adalah ikatan pribadi dan spiritual dan fisik, yang berubah menjadi hubungan masyarakat (gemeinschaft).
          Ki Munandar Harjowiyoto dalam pidato-pidatonya, difokuskan pada pendalaman akhlak mulia yang harus terus-menerus diinternalisasikan dan dipraktekkan berdasarkan pada keyakinan terhadap Tuhan Yang Mahaesa. Berulang kali menegaskan:
Itulah yang diperlukan bagi kita umat Allah, setiap detik kita harus mengingat Allah, percaya tanpa reserve (ganda) pada kuasa Allah, Mahakuasa Pencipta segala sesuatu di dalamnya. Tanpa berkah dan klausul Allah, manusia tidak bisa melakukan sesuatu dengan benar. Manusia SH demikian berkewajiban untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan iman atau ajaran agama mereka dan harus dapat merasakan kehadiran Allah di setiap saat, kapan saja, di mana saja, dan kondisi dan situasi pula. Allah adalah tempat dan memohon dengan berkat dan kehendak Allah, apa pun bisa terjadi, juga hal-hal yang menurut rasio dan pikiran yang wajar tidak mungkin terjadi. SH Manusia wajib menjauhkan karakter arogan, karena SH manusia tidak dapat berbuat apa-apa tanpa klausula Allah. Dia adalah seperti pensil, dia tidak bisa menulis sendiri tanpa ada yang menulis. Oleh karena itu ia tidak perlu sedih dan kecewa ketika menulis yang buruk dan tidak harus bangga jika tulisan yang baik. Dia hanya menulis. Itu Setia Hati manusia harus belajar untuk berterima kasih, mengetahui pikiran dan mencoba untuk membalas budi. Bahkan lebih penting adalah untuk berbuat baik, kebaikan do'a tanpa mengharapkan imbalan, bahwa seseorang tidak bisa hidup tanpa bantuan publik. Dia berhutang budi kepada masyarakat, oleh karena itu, wajib untuk memberikan kembali kepada masyarakat yang telah memberikan bantuan sehingga orang dapat menikmati hidup di tengah-tengah masyarakat. Begitu bangga ketika orang tidak berterima kasih kepada orang-orang yang telah membantu dan tidak mengabdikan diri kepada publik. Dan lebih dari itu sangat bangga jika orang tidak berterima kasih dan bersyukur kepada Tuhan yang telah memberinya semua yang ia menikmati. (Moen Wesi).

        Kemudian Pada Tahun 1972  SHO berubah menjadi Persaudaraan Setia Hati. Perubahan nama tersebut merupakan pernyataan Ketua Umum Konggres, Ki Munandar Harjowiyoto yang menyatakan bahwa para khadang Persaudaraan SHO tidak lagi mengenal garis pemisah antara para khadang serumpun SH dan persaudaraan SHO menjadilah SH saja tanpa O (organisasi), kembali ke sumber. Pertimbangan yang diambil oleh Mubes adalah karena adanya Pengurus Besar, Pengurus Daerah dan Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga, sudah cukup jelas menandakan adanya organisasi.

       Tanggal 27 Januar 1979, Ki Munandar Harjowiyoto meninggal dunia. Almarhum Munandar Harjowiyoto meninggalkan pesannya yang juga pesan para leluhur bangsa Indonesia, yang telah sering didengar yaitu, ing ngarso sung tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani. Ini berarti bahwa seorang kadang SH yang mendapat kepercayaan harus berikhtiar sekuat tenaga agar memberikan contoh yang baik. Padi semakin Tua semakin menunduk di cerminkan sikap yang tidak Sombong dengan sesuatu Hal (Moen Wesi-Munandar Harjowiyoto).

makam Ki Munandar harjowiyoto di Komplek pemakaman umum Pasongpati didesa Sanggrahan,kecamatan Ngrambe kabupaten Ngawi.






By. Nanda 
Laskar Moen Wesi
 





5 komentar: